Jakarta – Nurachman Adikusumo, jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung (Kejagung). Meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Jakarta menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan oleh. Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar terkait dengan kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Surat dakwaan terhadap Zarof telah disusun dengan teliti, terperinci, dan lengkap oleh JPU mengenai tindak pidana yang didakwakan, berdasarkan berkas perkara hasil penyidikan sesuai dengan alat bukti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Saat berada di hadapan pengadilan, terdakwa juga sudah dengan jelas menyatakan telah menerima surat dakwaan dan memahami isi yang didakwakan sehingga surat dakwaan tersebut telah memenuhi persyaratan formal dan materiil,” kata JPU dalam tanggapannya terhadap eksepsi Zarof di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada hari Kamis.
Oleh karena itu, JPU juga meminta majelis hakim, dalam putusan sela, untuk menyatakan bahwa surat dakwaan terhadap Zarof telah sah menurut hukum dan memenuhi persyaratan. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memiliki kewenangan untuk memeriksa dan mengadili kasus tersebut, serta lanjutan pemeriksaan kasus Zarof.
Penjabat Pengacara Umum (JPU) mengungkapkan bahwa keberatan yang disampaikan oleh Zarof melalui penasihat hukumnya pada dasarnya menyangkut perbuatan yang dianggap tidak mencerminkan tindak pidana korupsi, namun lebih kepada pelanggaran kode etik pegawai negeri sehingga seharusnya ditindaklanjuti melalui proses penegakan etik dalam bentuk quasi-judicial.
Menurut JPU, penolakan tersebut tidak benar dan tidak memiliki dasar hukum karena perkara korupsi Zarof telah diserahkan beserta surat dakwaannya ke Pengadilan Tipikor Jakarta sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh undang-undang (UU).
Disamping itu, sambung JPU, surat dakwaan terhadap Zarof juga telah disiapkan dengan jelas, lengkap, dan teliti karena sudah mencantumkan lokasi terjadinya tindak pidana yang dilakukan di wilayah hukum Pengadilan Tipikor Jakarta di PN Jakarta Pusat sehingga Pengadilan Tipikor Jakarta memiliki wewenang untuk menyelidiki, mengadili, dan memutuskan kasus Zarof.
Dalam surat tuntutan, JPU juga menyatakan bahwa mereka telah menjelaskan dengan teliti semua unsur tindak pidana yang tercantum dalam pasal hukum, yang dikaitkan dengan perbuatannya, dengan menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti.
“Oleh karena itu, apa yang dituduhkan kepada terdakwa telah sesuai dengan perbuatan pidana yang dilakukan sebagaimana yang dijelaskan dalam dakwaan serta sudah menjelaskan bagaimana cara perbuatan pidana dilakukan dengan lengkap dan dimengerti oleh terdakwa,” kata JPU.
Zarof didakwa telah melakukan pemufakatan jahat dengan cara memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, yaitu uang sebesar Rp5 miliar dan menerima gratifikasi sebesar Rp915 miliar beserta emas seberat 51 kilogram selama menjabat di MA untuk membantu pengurusan perkara dari tahun 2012 hingga 2022.
Dugaan adanya kolusi disinyalir terjadi antara penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, dalam upaya memberikan suap kepada Hakim Ketua Soesilo yang memeriksa kasus Ronald Tannur di tingkat kasasi di MA pada tahun 2024.
Zarof diduga melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo karena tindakannya. Pasal 18 dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengalami perubahan melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.