Jakarta – PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) telah menandatangani perjanjian Joint Study Agreement (JSA). Dengan Zorlu Enerji Elektrik Üretim A. Ş, sebuah perusahaan energi dari Turki. Untuk berkolaborasi dalam pengembangan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Di wilayah izin panas bumi Zorlu Enerji yang terletak di Turki.
Direktur Utama PGE, Julfi Hadi, menyatakan bahwa perjanjian JSA dengan Zorlu Enerji akan memungkinkan PGE untuk mengeksplorasi potensi kolaborasi dalam pengembangan energi geotermal, yang dapat meningkatkan kerjasama strategis antara Indonesia dan Turki dalam upaya mempercepat transisi menuju energi bersih secara global.
“Kerja sama ini diharapkan dapat membuka kesempatan untuk mempercepat proses transfer teknologi, membangun rantai pasok industri geotermal yang solid di dalam negeri, dan memberikan daya tarik bagi investasi dalam pengembangan energi baru dan terbarukan, terutama untuk Indonesia,” ujar Julfi dalam rilisnya ANGKARAJA di Jakarta, Minggu.
Kesepakatan yang dibuat antara PGE dan Zorlu Enerji. Merupakan langkah lanjutan dari nota kesepahaman (Memorandum of Cooperation) yang sebelumnya. Telah ditandatangani oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam Republik Turki saat kunjungan Presiden Erdogan pada 12 Februari 2025.
Julfi menjelaskan bahwa, untuk Indonesia, energi geotermal bukan hanya sekadar sumber daya energi terbarukan. Melainkan juga telah menjadi aset strategis yang penting. Dengan cadangan mencapai 24 gigawatt (GW). Atau sekitar 40 persen dari potensi geotermal dunia, Indonesia berpeluang untuk menjadi pemain kunci dalam mendorong transisi energi bersih secara global dan besar-besaran.
Zorlu Enerji, sebagai pemimpin terbesar di sektor geotermal Turki, menyambut baik kolaborasi ini sebagai bagian dari komitmen kedua negara yang memimpin industri geotermal di tingkat internasional.
Dalam rencana transisi energi, geotermal dicatat sebagai sumber energi bersih yang selalu ada dan tidak bergantung pada cuaca seperti angin atau matahari.
Inilah alasan mengapa pemerintah Indonesia menjadikan geotermal sebagai elemen vital dalam strategi nasional untuk mencapai emisi karbon nol (net zero emission/NZE) sebelum tahun 2060.
Dengan pengalaman lebih dari 40 tahun, PGE berencana untuk meningkatkan kapasitas terpasang dari 672 MW menjadi 1 GW dalam dua tahun ke depan, dan mencapai 1,7 GW pada tahun 2034. Dari segi potensi, perusahaan telah mengenali cadangan sebesar 3 GW dari 10 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang dikelola secara mandiri.
Melalui JSA dengan Turki, diharapkan tidak hanya memperkuat kerjasama strategis antara kedua negara, tetapi juga membuka peluang kolaborasi lainnya untuk PGE.
“Ini adalah langkah nyata PGE dalam mengoptimalkan pemanfaatan geotermal, sekaligus mendorong perkembangan hilirisasi di sektor energi baru dan terbarukan di Indonesia,” tambah Julfi.
Pada kesempatan ini, dia menambahkan, kedua belah pihak dapat memanfaatkan nilai tambah dengan mempelajari manajemen geotermal dan karakteristik yang berbeda antara Indonesia dan Turki.
Selain dalam menghasilkan listrik, sinergi ini juga membuka kemungkinan diversifikasi bisnis hijau (beyond electricity) yang lebih luas, termasuk pemanfaatan produk sampingan geotermal seperti hidrogen hijau, silika, dan kredit karbon.